Tentang Film Pendek “Kau adalah Aku Yang Lain”

Pemenang festival film pendek police movie festival ke-4 tahun 2017 yang digelar Polri. Film ini menjadi kontroversi/polemik sejak dirilis oleh Divisi Humas Polri beberapa waktu lalu

Setelah ikutan bersukacita merayakan lebaran bareng keluarga dan teman-teman di kampung halaman beberapa hari yang lalu, saya membuka youtube dan menonton sebuah film pendek yang berjudul “Kau adalah Aku yang lain”, karya seorang sineas asal Semarang, Anto Galon. Film ini masuk nominasi ajang tahunan Police Movie Festival IV tahun 2017 yang digelar oleh Polri, dan dinyatakan sebagai pemenang.

Film ini ternyata menjadi viral sekaligus polemik dan kontroversi, khususnya di dunia maya sejak dirilis oleh Divisi Humas Polri pada tanggal 24 Juni 2017 lalu, lantasan dinilai oleh sebagian kalangan menyudutkan agama tertentu, dalam hal ini Islam.

Hhmm…sebenarnya saya sudah jengah dengan segala polemik dan kontroversi yang datang silih berganti di negeri ini. Kadang saya berpikir, kok kita begitu mudah ya emosinya disulut. Mengapa kita tidak mudah rasionil dan berpikiran positif? Perlu proses memang, tapi sampai kapan? Entahlah, saya hanya berharap agar kita ke depannya semakin cerdas, dan tidak mudah diadu-domba.

Baiklah, handai taulan sekalian. Maksud saya memposting tulisan ini bukan untuk menambah polemik atau kontroversi yang ada, tetapi lebih ingin mengajak kita semua (maaf, bukan maksud menggurui juga) melihat secara utuh film ini, baik dari sisi kemanusiaan, keberagaman maupun apresiasi seni. Tidak ada niat sedikitpun untuk mendiskreditkan siapa atau agama apapun.

Kau adalah Aku yang lain

Film ini adalah film berdurasi pendek yang menggambarkan kehidupan dalam kebersamaan, saling menghargai dan saling berbagi. Sebuah film yang memiliki sisi edukatif dalam hal mempererat semangat persaudaraan dan welas asih.

Film diawali dengan adegan yang menggambarkan suasana di rumah sakit dimana para pasien sedang mengantri di ruang tunggu. Yang menjadi fokus cerita adalah seorang anggota polisi beserta istrinya yang kebetulan baru saja tiba, sedang membawa anak mereka yang sakit demam tinggi, dan yang segera harus mendapatkan pertolongan.

Si polisi minta kelonggaran agar anaknya ditolong dulu tanpa harus menunggu nomor antriannya yang masih lama (no. 27) karena kondisi anaknya begitu kritis. Tapi karena sudah aturan harus sesuai nomor antrian, maka pak polisi itupun hanya bisa protes kepada petugas yang melayani saat itu.

Untunglah, ada pasien lain yang bermurah hati dan dengan sukarela memberikan nomor antriannya (no.12) untuk anak pak polisi itu, sehingga anak tersebut bisa segera mendapatkan pertolongan.

Adegan selanjutnya adalah sebuah mobil ambulans yang sedang membawa pasien laki-laki dimana kondisinya juga sangat kritis dan harus segera mendapatkan pertolongan medis. Meskipun suasana saat itu sedang hujan deras, tapi ambulans harus tetap meluncur menuju rumah sakit.

Di tengah perjalanan, ambulans terpaksa harus terhenti sesaat, karena petugas kepolisian yang sedang berjaga saat itu mengatakan, bahwa jembatan di depan mereka sedang rusak, sehingga tidak bisa dilalui. Si sopir lalu disarankan untuk mengambil jalur alternatif lain. Singkat cerita, ambulans meluncur menuju rute alternatif, dan syukur kemudian hujan pun reda.

Setelah itu, sampailah ambulans tersebut ke sebuah jalan alternatif. Dan seperti sebuah kebetulan, jalan tersebut sedang dipakai untuk kegiatan pengajian, dimana sebagian badan jalan ditutup untuk umum.

Beberapa orang jamaah yang sedang menjaga jalan menghentikan ambulans tersebut. Kemudian, ada seorang Mbah yang bergamis melarangnya lewat, meskipun sudah dijelaskan tentang kondisi ambulans yang sedang membawa pasien kritis itu dan juga jembatan di jalan utama yang rusak itu. Dan seperti suatu kebetulan pula, pasien yang dibawa tersebut beragama Katholik, sehingga Si Mbah menganggap karena dia bukan seiman maka tak perlu repot-repot ditolong, lagian sedang ada pengajian. Begitu alasan si Mbah itu.

Dalam adegan tersebut terjadi perdebatan antara si tokoh “Mbah” dengan seorang anggota polisi yang pemahaman agamanya lumayan baik dan juga seorang anggota jamaah lainnya yang juga menjaga jalan. Intinya, mereka tidak setuju dengan sikap tokoh (Si Mbah) yang melarang ambulans tersebut lewat, karena ini masalah nyawa dan kemanusiaan, apapun suku atau agamanya, dan apapun alasan keadaan saat itu.

Si Mbah ini marah-marah dan ngotot. Tapi syukurlah, setelah dijelaskan seorang pemuda yang juga anggota jamaah pengajian itu, pada akhirnya si tokoh “Mbah” ini mau menyadarinya. Jalanpun dibuka agar ambulans bisa lewat dan nyawa si pasien akan segera tertolong.

Begitu alur ceritanya (secara detail, tonton filmnya langsung).

Melihat Film Ini Secara Utuh

Melalui film pendek yang berdurasi kurang lebih 7 menit 41 detik ini, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan agar kita bisa melihat film ini secara utuh dan positif, yakni sebagai berikut.

(1). Film pendek ini, menurut saya, memiliki pesan sekaligus kritik sosial dan religius bagi siapapun yang menontonnya. Apapun status sosial dan agama kita.

Perhatikan bagaimana pasien lain yang bermurah hati kepada pak polisi karena anaknya yang kritis itu. Aturan antri adalah benar adanya, tetapi untuk hal kemanusiaan, dalam kasus-kasus tertentu yang urgen mestinya tetap ada pengecualian. Dan syukurlah, ada orang lain yang sesama pasien yang mengalah. Disini terlihat sikap pengertian dan tolong-menolong kepada sesama. Selagi bisa ditolong, mengapa tidak?

Begitupun dengan si sopir ambulans. Dia adalah seorang muslim, sedangkan si pasien adalah seorang katholik. Tapi demi kemanusiaan, dia tidak pandang bulu saat membawa dan menolong si pasien ke Rumah Sakit. Itulah profesional dalam bekerja, tidak memandang apa agamanya.

Demikian pula sikap ramah petugas kepolisian yang mengarahkan sopir ambulans itu untuk mengambil jalur alternatif lain. Sungguh patut dicontoh.

(2). Tidak perlu diperdebatkan sebenarnya, sebab sejatinya film ini mengandung pesan tentang toleransi, dan kebersamaan dalam keberagaman. Di film ini dicontohkan terjadi pada penganut agama tertentu, tetapi sesungguhnya untuk kemanusiaan, pada prinsipnya agama apapun sama: toleransi, peka dan pengertian (tidak kaku dan tidak diskriminatif) itu sangat perlu.

(3). Harus menjadi perenungan bersama bahwa masih ada segelintir orang atau sekelompok orang yang memiliki pandangan fanatik-sempit seperti tokoh si Mbah itu. Si Mbah itu, menurut saya, bukan mewakili agama tertentu, tetapi lebih merupakan gambaran sebagian sifat manusia yang intoleran dan fanatik-sempit. Orang semacam ini, saya rasa, ada di agama apapun, baik itu di Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Konghucu dan lain-lain. Kalau mau disalahkan, salahkan oknumnya, bukan agamanya.

(4). Tontonlah secara utuh. Jangan hanya berfokus pada 1 atau 2 peristiwa, seperti pengajian dan tokoh Si Mbah saat itu. Sebab para jamaah yang lain pada saat itu, mayoritas tidak mempermasalahkan ambulans tersebut untuk lewat.

Jadi, tidak semestinya gegara peristiwa ini kemudian agama tertentu merasa “terzholimi”. So, positive thinking saja. Dan lagian untuk diketahui, bahwa Anto Galon dalam membuat filmnya ini, ia menggandeng Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Al Ishlah, Tembalang, Kota Semarang, Kyai Budi Harjono. Bahkan judul film ini dari sang Kyai tersebut. Begitu kata Anto Galon, seperti dilansir oleh gatra.com.

(5). Hal menolong sesama atau kemanusiaan tidak memandang apapun suku dan agamanya. Humanitas mesti dijunjung tinggi.

Lihat bagaimana pak polisi yang berada di area pengajian saat itu dan juga seorang pemuda yang sempat berdebat dengan si tokoh Mbah itu. Mereka bertindak secara profesional dan bijaksana dalam menengahi keadaan.

(6). Nikmatilah film ini sebagai karya seni atau fiksi saja. Namanya juga seni atau fiksi, kadang bisa benar, bisa tidak. Tentu si penulis skenario membuatnya berdasarkan pengalaman tertentu, baik itu nyata maupun hanya imajinasi atau fiktif belaka. Terpenting, pesan di balik karya seni yang disajikan, apakah konstruktif atau destruktif. Jadi, tak perlu reaktif. Begitu saya rasa.

Nah, untuk lebih jelasnya, bagi Anda yang belum sempat menonton film ini, bisa langsung diklik link video berikut ini untuk menontonnya (maaf, saya tidak mengunggahnya).

Film Pendek “Kau adalah Aku yang lain”

Sekali lagi, tontonlah secara utuh, tidak hanya fokus pada satu adegan. Semoga tidak multitafsir. Dan tentu, dengan kepala dingin.

Semoga bermanfaat, dan kita semakin menjadi orang yang lebih positif, humanis, serta toleran. Meskipun kita berbeda, tetapi kita adalah sesama. Karena Kau adalah Aku yang lain (You are the other me).

Salam Cerdas,

Desfortin

70 respons untuk ‘Tentang Film Pendek “Kau adalah Aku Yang Lain”

  1. Judulnya bagus, ‘kau adalah aku yang lain’. Keren..
    Walau belum lihat filmnya, tapi setelah baca gambarannya, menurutku bener juga, si mbah di sini itu mewakili sifat orang2 intoleran tertentu, bukan agama tertentu..
    Sip..

    Disukai oleh 1 orang

    1. Itu judulnya mlah dari pak Kyai itu, begitu kata mas Anto Galon.

      Jika menontonnya tdk secara parsial, niscaya kita mndpt pljran berharga ttg arti hidup brsama d dlm kbragaman.

      Disukai oleh 1 orang

  2. Aku sudah lihat filmnya utuh, emang bahaya sih klo ada orang lihat setengah setengah, saya muslim tdnya ada perasaan “loh kok gin” tpi stelah lihat filmnya sampai selesai niatnya Bagus kok menurutku, mengajak mengayomi, agamanya mengajarkan kebaikan yg salah terletak sama perseorangannya,klo menurutku sih, aku juga sudah baca komentar yg ada d youtubenya, semoga walaupun ada sudut pandang tetap bisa damai🙏

    Disukai oleh 1 orang

    1. Yap. Klo semuanya memandang dari sudut pndang yg positif niscaya akan indah dan baik2 saja.

      Saya non muslim, tp saya tahu bhwa Islam itu indah. Setelah menonton film ini sy mkin bljar bhwa sklipun kita brbeda dlm iman, tp kita bs brsama d dlm kemanusiaan, krn kita semua sesungguhnya ciptaan Sang Mahaagung Yang Esa.

      Mksih mbak Kunu udah komentar.

      Disukai oleh 1 orang

    1. Tergantung sudut pndang jg sih, sy sendiri biasa aj nulisnya meski pke tanda kutip.

      Selamat lebaran juga buat Anda. Sama2, sy jg minta maaf klo yg sy tulis kurang brknan.

      Maaf, sy hrs pnggil Anda ap ya?

      Suka

          1. Rasanya lho yaa. Km ini yg dulu lapor ke saya klo konten blog saya dibajak sama seorang guru trs dimasukin ke bukunya dia. Ntahlah klo ternyata saya jg salah orang.

            Suka

  3. Wah dari semarang iya, kok aku baru tahu iya hahahaha
    Jujur saja tadi aku agak pngen nangis lho lihat video ini, humanis sekali, keren.
    Menurutku kejadian” seperti itu/yg lain bukan hanya sekedar fiksi, tapi itu bisa saja memang selalu terjadi di lingkungan kita, dan kita tidak menyadarinya.. peka dan sadar itu penting.

    Tapi emang bener kok, memang masih ada banyak orang yang berpikiran sempit seperti itu, apalagi kalo masalah milih pemimpin. nggak abis pikir gue… (Geleng-geleng kepala)

    Disukai oleh 1 orang

    1. O.. maksudnya krn Arika dari Semarang jg ya? Hhm…Saya jg baru tahu stlah bca2 britanya, haha…

      Arika baper jg bcanya ya. Sama dong kita. Kta si Anto sih dia prnh nglami waktu di Jakarta dihlngi org pas ada hjatan sprti itu, llu dia berkhayal gmn jadinya klo yg mau lwat itu adlh sebuah ambulan yg sdang mmbwa org yg sakit kras. Nah, mungkin dr inspirasi itu, jdilah film pendek ini.
      Yap, peka dan sadar itu perlu. Sy suka dg jwaban pmuda itu trhdap si Mbah.

      Ya..smoga sja ke depan, kita smkin baik ya, aplgi mau pesta demokrasi lg thn dpn dan thn 2019, haha…just hope for the best

      Suka

        1. Yakalo males ngedit kenapa ditulis juga, bener-bener dah 😂

          Nggak sih, asli Kudus tapi kuliahnya di Semarang hahaha, makanya tadi agak terkejut lihat kata Tembalang. 😂

          Yah amin deh, apa perlu iya dibuatin seminar, biar pada paham, dan nanti pikirannya bisa pada lebar. Punten. 😂😂😂😂

          Suka

    1. Sbnarnya, kita ttp mesti proporsional loh. Kdang hny oleh sglintir org sja, iklim sosial kita terganggu. Stigma ngatif dan sllu curiga itu mesti kita hindari. Itu klo saya.

      Film nya ada kok pada link yg sy srtakan di blog di atas, tinggl klik, tnp hrs searching jauh2 di youtube. Cuma 7.41 menit.

      Suka

      1. Yap bener banget mas… minim nya wawasan dan pengetahuan dapat membuat para orang awam menelan bulat bulat kabar berita yang dengan sengaja menyulut profokasi

        Eeh bisa ya hehehe saya kira di wordpress gabisa upload video mas hehehehw norak -.-!!

        Disukai oleh 1 orang

        1. Tugas kita yg msih sadar inilah utk meredam situasi, bkn mlah menambah runyam. Itu tujuan sy memposting ttg ulsan singkat film ini.

          Saya gak upload video loh. Itu saya hnya mmbri link.

          Suka

  4. Saya rasa inilah salah satu penyebab dunia per-film-an kita masih gini-gini aja. Para pembuat film tak bisa bebas berkreasi karena ada terlalu banyak batasan.
    Syukurlah masih ada orang-orang seperti mas Anto Galon ini yang berani menembus batasan-batasan itu meski saya yakin ia tahu persis kalau filmnya akan menimbulkan banyak pro dan kontra.

    Disukai oleh 1 orang

  5. Oiyaaa mas, ini bukannya film yg dibuatin film ‘balasannya’ yaaa… Sempat liat di line, kemarin, kalo gak salah sih… Oiyaa, download dimana mas?? *pemburu gratisan haha

    Disukai oleh 1 orang

    1. Sy ga tahu klo yg itu mbak. Yg sy tahu, ini film pndek yg diikutkan dlm Police Movie Festival, dan dinytakan menang.

      Sy gak download kok, cm ngsih link youtube aja, 😊

      Suka

  6. Ulasannya keren, Bang Des. Setujuu, nontonnya harus dengan kepala dingin, objektif dan membuka mata lebih lebar, bukan dengan satu sudut pandang saja 👍

    Disukai oleh 1 orang

    1. Terima kasih mbak Tia. Sy senang mmbca respons positif tmn2 bloger muslim disini. Artinya, kita adalah org2 yg sdar akan pntingnya hidup bersekutu, bersaudara dan welas asih.

      Disukai oleh 1 orang

  7. Sebenarnya film itu pesan moralnya bagus. Tapi penonton nangkap pesan itu lain. Di kolom komentar jadi lebih banyak hujatan daripada apresiasinya. Miris sih. Padahal katanya Indonesia negara majemuk, tapi ‘hanya’ dengan sentilan kecil film ini saja tersinggung. Menurutku ini menunjukan bahwa negara ini belum sepenuhnya toleran satu sama lain.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Ya itu mbak. Kita msih perlu bljar lg arti toleran yg sesungguhnya. Memang sih, slma ini sprtinya sbgian org hanya toleran di bibir aja, just lips service. Ini bahaya, sewaktu-waktu bs mledak.

      Sebenarnya, punya persepsi beda2 itu biasa. Tp terpnting, jngan berujung pd hate speech atau aksi nyata lainnya yg cenderung destruktif, bullying, persekusi dlsb.

      Sy tahu klo Anto Galon sdh siap dg reaksi yg akan diterimanya dari para netizen pasca filmnya dinyatakan menang festival. Coba klo gak menang, mungkin gak sekontroversi sprti bbrp hr ini.

      Suka

  8. Saya udah nonton kemarin waktu viral di twitter lalu saya lihat langsung di youtube. Saya tonton sampe akhir. Gak ada masalah kok. Menurut saya bagus dan tidak ada indikasi untuk merendahkan salah satu agama tertentu. Saya sendiri muslim dan sy meyakini bahwa ada seseorang seperti mbah itu di sekitar kita. Lebih heran lagi, banyak yg kasih dislike dibanding like. Aneh memang org jaman sekarang lebib gampang terprovokasi. Sy juga percaya ada oknum tertentu yg memanfaatkan momen seperti ini, untuk menyerang polisi, juga utk memecah belah umat.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Ya mas Rizza, sy jg ada bca komen Anda di youtube, klo sy gak slh ingat.

      Itulah hebatnya para provokator. Demi kpntingan tertentu, mreka nkad brbuat ap sja. Miris memang mlihat ulah mreka.

      Sy brsyukur trnyta klo di blog sprti ini komen rekan2 positif smua, tp kok di youtube rata2 komennya ngtif dan reaktif, ap bdanya ya, 😂

      Disukai oleh 1 orang

  9. Mas desfortin tahu saja video2 kontroversi. Klo yg seperti itu biasanya saya nggak nonton dan nggak ikutan. Nanti malah penasaran sama pemikiran-pemikiran orang yg pro dan kontra.

    Tapi nurut saya sih masih biasa saja adegannya. Belum rasis. Meskipun pada realitanya memang masih cukup banyak yg berpikiran sempit dan mudah terprovokasi masalah2 sepele 😀

    Disukai oleh 1 orang

    1. Haha… sbnarnya sy jg takut berpolemik, tp syukurlah klo di blog positif2 smua responsnya. Saya sih org nya kdang pnsran jg, jd tergoda pingin liat. Sy pnsran ap sih yg mmbuatnya diributkan?

      Eh…pas ditonton, sya jd bingung sndri, ap nya yg slh dari film itu smpe2 org pd ribut. Ternyata sy semakin sadar itulah pentingnya berpikiran positif, jangan suka curiga mulu.

      Suka

  10. kan lagi sensitif malah di buat video begitu haha. ketawa aja si liatnya. seoalah-olah toleransi di indonesia tu parh banget itu ambulan soalnya buka mobil abg yg mau hura2.. dan bagian divideonya yg isinya tentang islam panjang bener makanya wajar banyak yg ngerasa video kesanya berat sebelah apalagi penumpang yg kritiani itu d posisikan terzolimi dengan jumlah mereka yg sedikit dan sdg susah di kumpulan mayoritas muslim. ini beneran jadi sejarah banget ya gara-gara pilgub dan ahok akhirnya isu intoleransi di indonsesia menyebar dan dikaitkanlagi ke kasus 98 makin menjadi. kalau melirik negara lain rasanya ttp indonesia menurut ku jauh lebih baik dalam toleransi dgn minoritas. bagaimana dengan muslim minoritas d negara lain? atau contohnya kulit hitam dan kulit putih d amerika sana?. kok tiba2 penasaran dengan kasus d poso serta d aceh ya haha.. duh njelimet kalau ngomongin ini mah. kalau aku si ya balik lagi ke diri masing2 dari video itu kita bisa bercermin kita ada di mana. sebagai nomer antirna 11, sebagai si mbah, sebagai laki2 ngotot samping polisi atau sebagai polis?.. alhamdulilahnya selama tinggal di lampung atau palembang belum pernah ada kejadian yang kaitanya sama ke tidak toleransian mungkin karena belum jd kota besar kali ya..

    Suka

    1. Spnjang brpikiran positif, baik2 aja tuh. Sekalipun mslnya sindiran klo gak benar ngapain reaktif.

      Lgian film ini kan film festival. Yg mungkin diributkan krn film ini dinyatakan menang oleh Polri. Pdhal nominasi yg lain jg ada. Akhirnya Polri jg yg jd sasaran tembak, 😂😂
      Itulah ulah para provokator.

      Suka

        1. Sekali lagi, semua kembali kpd persepsi masing2. Setiap persepsi itu kdang memang sulit terlepas dari konsep sebelumnya yg mempengaruhi. Sejauh mana org tsb terpapar dg sbuah konsep atau keyakinan, itu mempengaruhi komentarnya.

          Saya sih blm dngar komennya si Deddy, trmasuk bbrp tokoh lain yg reaktif trhdp film ini.

          Suka

  11. Film pendek ini pakai model bahasa interlokusioner, sehingga selain tujuan utama film tersebut juga mengharapkan menimbulakan tujuan samping, manuver-manuver seperti ini memang teknik politik di negara demokrasi, yang mana mempengaruhi masyarakat dalam artian membangun stigma pada masyarakat merupakan investasi politik yang cukup efektif contohnya–pencitraan–hanya saja sekarang telah bergeser kepada model stigmatis.

    (Saya punya catatan khusus untuk POLRI era kepemimpinan Jendral Tito K.)

    Kemudian khusus pada periode ini POLRI kerasan belum dapat berlaku adil kepada antar umat (mari kita jujur pada bagian ini) sehingga sikap-sikap sebelumnya menjadi premis bagi masyarakat muslim (secara spesifik: yang menolak prilaku BTP atas tindak pidana Penistaan Agama) ketika menafsirkan Film Pendek tersebut. Bagi saya pribadi, jika golongan tersebut marah itu adalah reaksi yang wajar.

    Disukai oleh 2 orang

  12. Substansi Film Pendek-nya:

    Ada salah satu dialog yang pada intinya: “Bukankah Tuhan Maha Kuasa? Lalu mengapa tidak semua orang beragama Islam?”

    Pertanyaan seperti ini dalam agama Islam sebenarnya cacat logika, Maha Kuasa-Nya Tuhan tidak dapat ditafsirkan dengan standar akal manusia, sebab apa? Tidak semua manusia belum menjadi muslim juga merupakan Kekuasaan Kehendak Tuhan.

    Kalau saya jadi orang yang ditanya oleh pak Polisi di dalam film tersebut saya akan balik tanya: “Oh bukankah Yesus Putra Allah yang Penuh Kasih? Lalu mengapa Yesus beri hambanya penyakit apakah karena Yesus tidak memiliki kasih?”

    Nah… kalau udah begini sama-sama tahu… bahwa kualitas Tuhan masing-masing sedang direndahkan.

    Allahu’alam bisawab.

    Disukai oleh 1 orang

  13. Wah, mas Pungkas punya sudut pandang yg lain ternyata. Wajar sih, dengan demikian kita bisa semakin saling belajar arti toleransi dan perbedaan persepsi. Tidak apa-apa. Kadang-kadang, kita bisa setuju untuk tidak setuju (to agree in disagreement).

    Saya sebenarnya tidak suka berpolemik apalagi beranggapan miring baik tentang Polri, tentang si pembuat film ataupun terhadap agama Islam sendiri. Tapi intinya, kalau saya, penafsirannya tidak sejauh itu. Makanya saya bilang dalam ulasan saya di atas agar melihatnya secara utuh (tidak parsial), tidak hanya pada satu atau dua adegan. Sebab bila demikian, maka multitafsir atau tafsir subjektif sulit untuk dihindari. Dengan sudut pandang yg lbih positif, saya yakin semuanya akan baik-baik saja.

    Oya, perlu dicermati lagi bahwa dalam dialog itupun si polisi tidak mengatakan bahwa Tuhan tdk mahakuasa, tp knp Tuhan tdk melakukan itu? Bs disimpulkan, krn Tuhan berdaulat utk tdk mlakukan itu (terlepas Ia akan melakukannya atau tdk nntinya), krn menurut rasa saya, keberagaman itu sngaja diijinkan Tuhan. Itu fakta yg tdk mungkin disangkal.

    Jadi, klo saya substansinya tdk disitu. Jika kita perhatikan kalimat si pemuda d sblah pak polisi itu yg intinya mengatakan justru agama kita akan dipandang rusak klo kita tdk pduli dg org yg ada di dlm ambulans tsb (apapun agamanya atau sukunya).

    Film ini, idenya trmsuk judulnya (skenarionya) di-endorsed oleh Kyai Budi Harjono, pendiri Pondok Pesantren Al Ishlah.

    Jadi, saya pikir film ini (sy tdk mengkritisi dari segi kualitas gambar, durasi, atau settingnya) untuk menggambarkan situasi di sekitar kita yg mungkin memang bgtu adanya terjadi atau hanya khayalan belaka. Sebab ada segelintir orang yg mungkin saja berpikiran demikian, karena dirinya merasa mempunya ultimate truth.

    Kemudian, film ini dipersoalkan pasca ditetapkan mnjdi pemenang festival film polisi thn 2017 yg brtema tentang “unity in diversity”. Temanya memang itu. Coba kalau tidak menang, barangkali ceritanya atau reaksi penonton akan berbeda lagi.

    Bagi saya, saya positif saja, saya tidak terlalu mau dipusingkan dengan berbagai teori apalagi tudingan konspirasi atau ada pihak yg berat sebelah, dikaitkan dg kasus BTP, dlsb (Toh BTP juga sudah membayar harganya di balik jeruji besi, meskipun dari kubunya hal ini juga dirasa tidak adil).

    Sederhana saja, bagi saya sekali lagi, film ini untuk menggambarkan tentang kepekaan (adegan si polisi yg khawatir dan pasien yg peka di ruang tunggu RS), kemanusiaan dan toleransi (adegan di seputar tempat pngajian).

    Tidak boleh dinafikan, bahwa oknum sprti tokoh si Mbah ini sangat mungkin ada di penganut agama apapun.

    Mestinya konversasi antara si Mbah yang fanatik-sempit, polisi yang bekerja pro, pemuda yang menghayati pengajian, serta pak Kiai yang menyampaikan dakwahnya dengan isi yang menyejukkan itu, bisa dimaknai sebagai cara menunjukkan keindahan dan kebesaran Islam sebagai agama rahmat bagi semua yg mampu merangkul semua. Jadi Islam adalah agama yg toleran. Kalau ada yang berbuat tampak tidak toleran, itu oknumnya, bukan agamanya. Nah, klau urusan oknum, bukankah hal demikian juga ada di agama apapun?

    Lalu, masalah Tuhan agama tertentu dianggap direndahkan saya malah tidak mendapatinya. Sekalipun memang begitu, toh itu hanya anggapan. Tuhan kan tdk jdi terhina hnya gegara anggapan (justru sebaliknya, reaksi yg berlbihan trhadap suatu hinaan dpt mngesankan agama tsb terhina).

    Bagi saya, justru anggapan yg sempit seperti tokoh si Mbah ini menunjukkan gagalnya logika dan pemahaman pnganut agama tertentu dlm memahami agamanya. Dlm film tsb si Mbah dinilai oleh si pemuda itu tidak meresapi/menghayati isi ceramah si ustaz barusan, tentang “Kamu adalah Aku yang lain”

    Disukai oleh 1 orang

    1. Anton Galon punya hak kreatif, POLRI sebagai penyelenggara punya hak selektif, Masyarakat punya hak Evaluasi, tentu saja Pungkas–pun–gak boleh memaksakan penilaianku menjadi asumsi absolut untuk publik: “pendapatmu untukmu, pendapatku untukku.” Hehehe Pungkas juga gak mau ribut-ribut Kok Mas Rudi. Habis Ramadhan, alhamdulillah hati masih tenang.

      Disukai oleh 1 orang

    2. Ya Mas… model keberagamaan si Mbah tentu saja Pungkas pula tidak setuju, yang awampun paham bahwasanya manifes Din Islam tidak demikian.

      Ah… nanti Pungkas bahas sedikit tentang bahasa Interlokusioner deh… barangkali bisa jadi salah satu referensi sudut pandang dalam menilai suatu karya kritikan (sindiran).

      Disukai oleh 1 orang

      1. Ditunggu mas bahasannya, biar kita jg bisa bljar. Bukankah open minded itu pnting?

        Dan sprti Anda bilang Andapun tak boleh memaksakan pnilaian mnjdi asumsi absolut utk publik.
        Setuju.

        Suka

        1. O..trmksih atas apresiasinya ya Erinda. Smoga filmnya jg udah nonton ya, hehe…

          Btw, Erinda bru nongol lg ni. Sibuk ya kmren2? Slmt dtg kmbli dan ttp konsisten nulisnya ya. Rilis terbrunya psti sy komen nnti.

          Disukai oleh 1 orang

    1. Syukurlah klo dr judulnya menarik, tp klo udah baca dan tonton filmnya saya pikir menariknya bisa double. Krn ini sempat viral dan jd polemik. Hnya dg kepala dingin dan tdk curiga saat menontonnya, niscaya kita mnyelami mksud baik film pndek ini.

      Terim kasih

      Suka

Tinggalkan komentar